Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

"Mendekapmu" Sebuah Cerpen Menyambut Ramadhan

Mendekapmu
Oleh: Dede Syifa Izzatul Aulia
“Kau adalah cahaya dari Tuhan, hingga aku sadar bahwa cahayamu adalah jalan menuju kasih sayang Ilahi ”

Irsyad, siswa kelas akhir di sekolahnya sedang merenung sendirian. Ditemani sepoi angin sore dan suara lalu lalang kendaraan bermotor. Di depannya, hamparan sungai yang airnya tenang. Seragam sekolah masih tertempel di tubuhnya, dengan tas hitam di punggungnya, pandangannya tertuju pada satu arah. Ia sedang memikirkan suatu hal yang terjadi pada dirinya di sekolah. Aryanti, teman sekelasnya adalah faktor utama yang membuat Irsyad berdiam diri di pinggir sungai. Sebelumnya, ia belum pernah seperti ini. Dirinya tidak tahu kenapa semua ini bisa terjadi. Irsyad kagum pada Aryanti, sejak mereka berdua menjadi delegasi pada Konferensi Dakwah Pelajar Nasional di Jakarta, dua minggu kemarin.

Sekilas terbayang wajah remaja itu di benak Irsyad. Senyumanya yang merekah, gaya bicaranya yang khas, sikapnya yang ramah. Semuanya dirasakan Irsyad sekarang.

“Andai saja, aku bisa terus di dekatmu ...,” ungkap Irsyad.

Di dalam hatinya, Irsyad ingin memiliki hati gadis pujaannya. Tak habis pikir, Irsyad ingin menjalin suatu hubungan dengan Aryanti. Hubungan yang tidak hanya sebatas pertemanan, tapi lebih spesial dari itu.
***

Beberapa hari kemudian, Irsyad mengirim surat pada Aryanti. Tak disangka, surat yang Irsyad kirimkan dibalas. Aryanti menyelipkan balasan suratnya di salah satu buku Irsyad. Pulang sekolah, Irsyad membaca surat tersebut. Betapa bahagianya lelaki itu, raut mukanya kian menggambarkan kebahagiaan. Aryanti merespon surat Irsyad dengan baik. Ia menerima semua apa yang Irsyad ungkapkan.

Sebagai siswa kelas akhir, mereka mempunyai cita-cita yang sama. Irsyad dan Aryanti sama-sama akan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Mereka berencana akan satu universitas dan satu jurusan. Bila tidak, mungkin hanya satu universitas dan tidak satu jurusan. Mereka akan sama-sama berusaha agar mimpi mereka tercapai.

Hingga tiba waktu yang dinanti. Setelah menghadapi berbagai ujian di sekolahnya, Irsyad dan Aryanti mengikuti seleksi bersama masuk perguruan tinggi di salah satu universitas si Kota mereka. Dengan antusiasnya kedua pasangan remaja itu mengerjakan seluruh soal-soal yang diberikan untuk mendapatkan hasil yang memuaskan.

Tak lama, Aryanti mendapatkan kabar bahwasannya pengumuman hasil tes sudah terbit di salah satu website. Buru-buru ia memberitahukan Irsyad tentang berita yang ia dapatkan.

“Irsyad! Aku sudah mendapatkan hasil pengumuman itu!” ucap Aryanti saat mereka berdua tengah duduk di kursi taman kota.

 “Bagaimana? Apakah kita lolos?” tanya Irsyad. Aryanti menggeleng.

“Aku belum melihatnya.”

Dengan cekatan, Aryanti membuka situs internet yang diberikan temannya. Setelah itu, Irsyad dan Aryanti mencari nama mereka masing-masing dalam hasil tes seleksi tersebut.

Dari sekian banyaknya peserta yang lolos, Aryanti berhasil menemukan namanya di salah satu kolom bernomor 126. Ia sangat bersyukur bisa lolos dalam seleksi tersebut. Tinggal satu langkah lagi, ia bisa terdaftar sebagai calon mahasiswi tetap di universitas itu.

Namun, Irsyad tidak menemukan namanya disana. Setelah dilihat berulang kali, hasilnya nihil. Ia kecewa. Kenapa ia tidak bisa masuk ke universitas tersebut? Tak terasa, air mata Irsyad menetes. Melihat hal itu, Aryanti berusaha menghibur teman spesialnya.
***

Belum lama Irsyad dapatkan hal yang mengecewakan itu, ia kembali mengalami hal yang buruk. Aryanti memberi kabar pada Irsyad bahwa ia tak bisa melanjutkan hubungan diantara mereka. Irsyad kesal, mengapa seseorang yang dicintainya itu berpikir begitu. Berkali-kali ia coba untuk menemui Aryanti, tapi Aryanti kian menjauh. Hingga akhirnya, Aryanti buka mulut. Ia memberikan alasan bahwa kedua orang tuanya mengetahui hubungan mereka dan meminta untuk segera mengakhirinya. Hanya itu yang bisa dijelaskan oleh Aryanti. Setelah itu, Aryanti membisu dan menjauh dari Irsyad.

Irsyad stres. Ia sedih dan kecewa. Di tengah kesedihannya, Irsyad menemui salah seorang gurunya, Ustadz Amar. Irsyad menemui gurunya tersebut di mesjid selepas shalat isya. Irsyad menceritakan semuanya, tentang apa yang ia alami dan ia rasakan, hingga air matanya meleleh membasahi pipinya. Sang Guru paham apa yang dirasakan oleh muridnya.

“Itu semua adalah teguran dari Allah. Kau diberikan banyak ilmu oleh Allah. Itu tandanya, Allah sangat mencintaimu. Semua yang telah kau lakukan membuatmu lupa akan kewajiban menyetorkan hafalan dan lupa murojaah Al-Quran. Dulu, kau pernah belajar, bahwasannya dalam kitab ta’lim muta’alim bahwa hal yang menyebabkan lupa adalah banyak berbuat maksiat. Dan pacaran, adalah maksiat dalam golongan zina. Sesungguhnya Allah sangat menyayangimu, ia menegurmu karena ia tidak mau hambanya yang taat beribadah terjerumus dalam lembah kemaksiatan yang lebih dalam, sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab hikam.”

“Intinya, ketika kita sedang menuntut ilmu, janganlah dibarengi dengan maksiat yang besar. Karena itu adalah faktor yang membuat sulit dan hilangnya ilmu.”
Setelah mendengar semua nasehat dari Ustadz Amar, Irsyad sadar dan mulai melangkah untuk berubah. Kualitas ibadahnya ia perbarui, hafalannya ia bangun kembali. Ia jadikan semua yang telah lalu sebagai pelajaran berharga.

Melihat kesungguhan muridnya tersebut, Ustadz Amar berniat untuk menghiburnya. Karena ia tahu, bahwa Irsyad mempunyai satu hal yang menjadi cita-citanya sejak dulu. Suatu malam, Ustadz Amar mendatangi Irsyad yang sedang beriktikaf di masjid dengan ditemani sebuah Al-Quran yang biasa dipakainya untuk menghafal. Beliau menceritakan maksud kedatangannya menemui Irsyad.

“Ustadz tahu, kesedihanmu belum sepenuhnya terobati. Ustadz sarankan, agar kamu mencoba untuk ikut ini. Insya Allah, dengan modal ilmu dari sekolah dan pesantren, kamu bisa mengganti kegagalanmu dulu.”

Ustadz Amar memberikan sebuah poster yang memberitakan tentang beasiswa untuk kuliah di Universitas Al-Azhar Kairo. Awalnya, Irsyad menolak. Tapi, karena sang Guru membujuknya terus menerus, Irsyad pun menyetujuinya. Ia akan mencoba mengikuti seleksi tersebut.

Atas ridho sang Guru, Irsyad berangkat ke Jakarta untuk ikut seleksi. Dengan dibekali ilmu dan nasehat dari Ustadz Amar, Irsyad merasa lebih mudah dan percaya diri dalam seleksi tersebut. Beberapa minggu kemudian, hasil seleksi keluar. Ketika ia sedang murojaah hafalannya di mesjid, Ustadz Amar memberitahukan bahwa Irsyad lolos seleksi dan layak mendapatkan beasiswa penuh untuk kuliah di Mesir. Betapa senangnya Irsyad. Air matanya menetes, ia begitu bersyukur atas karunia dari Allah yang telah menggantikan seluruh kesedihannya. Irsyad memeluk Gurunya. Ia sangat berterimakasih pada penasehat terbaiknya. Irsyad juga segera memberitahu kedua orangtuanya yang jauh darinya lewat telepon Ustadz Amar. Dalam kebahagiannya, Irsyad mendekap Al-Qurannya dengan penuh haru. Ia merasakan bahwa Allah memberikan kasih sayang yang tiada batas pada dirinya.
***