Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Siapa Sangka: Sya’banku Kali Ini Bersama Corona Dan Tangisan Dinding Di Setiap Bangunan Pesantren

Assalamualaika Zainal Anbiya
Assalamualaika Atqool atqiyaa-i

Bel tidak lagi berbunyi. Kegarangan para penguruspun juga tidak terdengar lagi. Bukankah ini pertanda baik? Bunyi menyebalkan itu benar-benar berhenti. Tidak ada lagi drama kena amukan pengurus juga perasaan bersalah terhadap orang-orang sekitar. Bukankah hal ini yang ditunggu-tunggu para santri? Suatu kebahagiaan yang terkabulkan namun memekik setiap jiwa yang menangis atas peristiwa ini.

Sya’ban kali ini berbeda dengan sya’ban pada tahun lalu. Malam terlanjur hadir, sisa santri yang masih bertahan di pesantren tidak menyadari, bahwa saat itu langit ikut merasakan bendungan yang ditampung bangunan-bangunan pesantren. Lantunan sholawat barzanji beradu dengan derasnya air hujan. Sebagian rumah warga di sekitar pesantren sudah tertutup rapat, suara deruan kendaraan di jalan rayapun tidak lagi terdengar seperti biasanya. Padahal malam masih memukul  angka delapan pada lingkaran kaca yang melekat di dinding aula. Tanpa disangka rasa khawatir sudah menyebar diberbagai setiap sudut kota.

Tanah depan pesantren menguap setelah dihujani dengan derasnya air hujan, bau khas yang dihasilkannya, menyerbak setiap hembusan nafas yang sibuk mengagungkan junjunganNya. Deraian angin ringanpun ikut menjalar disetiap kulit yang dibiarkannya terbuka.

 Minggu lalu sebelum santri dipulangkan. Setiap sudut tiang di aula terdapat santri yang khusyuk dalam bermunajat serta merapal bait-bait doa yang terucap. Semakin hari santri semakin ditekankan memperbanyak membaca sholawat thib dan menguatkan dzikiran guna memohon keselamatan penduduk seluruh dunia. Dari pesantren sudah mengupayakan bagaimana supaya para santri tidak panik dalam menghadapi peristiwa saat ini.

Berbagai macam jenis jamu juga vitamin yang disediakan oleh pihak pesantren sudah terbagi rata pada tiap santri. Himbauan untuk sering-sering mencuci tangan dan membersihkan setiap sudut pesantrenpun juga sudah dilakukan para santri. Dari kami memang tidak takut, namun kata orang-orang ihtiyar itu penting. Salah satunya yaitu dengan cara memulangkan para santri di rumahnya masing-masing.

Kiranya pesantren tidak akan diliburkan seperti yang sudah terjadi pada lembaga lain. Dengan alasan, pesantren memiliki peran ganda untuk tempat isolasi diri para santri. Namun kedatangan satpol pp justru lebih menakutkan, menampar setiap relung hati yang menyaksikan dan mengkhawatirkan setiap jiwa-jiwa yang menanti putra-putrinya.

Sebagian para ahli menganggap bahwa kondisi saat ini tidak lagi dapat dikatakan tenang-tenang saja, sehingga instruksi pemulangan santri dilaksanakan hampir seluruh lembaga pesatren yang ada. Yang dikhawatirkan adalah jika ada salah satu santri yang terjangkit virus tersebut, maka pesantren tersebut harus diisolasi, jika kabar dari para ahli yang positif bludak, maka rumah sakit tidak akan kuat menampung jumlah santri . Jika tempat ganda dalam isolasi diri sudah meliburkan seluruh penduduknya, tidak ada pelaksanaan sholat berjama’ah, tidak ada lagi seruan para santri yang menderas hafalannya, serta berhentinya proses mengaji dalam pesantren. Apakah iya peringatan dari pemerintah harus kita bangkang? Menjadi anak durhaka yang masih mendebatkan perintah kuasa dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.

Namun, ada juga yang beranggapan sebaliknya, menyakini bahwa virus yang tersebar di berbagai negara bukanlah bentuk real suatu musibah yang terjadi melainkan suatu settingan global yang dirancang oleh para kaum Yahudi guna untuk menguasai dunia. Mereka juga berpendapat bahwa covid 19 ini belum bisa dikatakan wabah jika korban belum mencapai hingga ribuan, sehingga pelaksanaan sholat jama’ah dan proses ngaji dapat dilaksanakan sebagaimana keadaan normal, alasan mereka salah satu yang menyebabkan bertambahnya korban adalah rasa kepanikan yang dimiliki seseorang dengan kadar pada tingkat tertinggi. Siapa sangka kedatangan virus ini perlahan dapat menghancurkan setiap negara yang ada di dunia. Terjadinya lockdown diberbagai daerah serta penurunan ekonomi pada setiap negara.

Pagi itu, pasca pengajian terakhir bersama bapak Kyai pengurus menginstruksikan para santri untuk sowan ke ndalem. Sowan perpulangan dengan jangka waktu liburan tidak seperti biasanya. Berbeda dengan sowan perpulangan sebelumnya, kali ini kabar liburan menjadi momen kesedihan terbesar bagi para santri. Prediksi mereka sudah sampai pada bulan Ramadhan yang harus di laksanakan mandiri di rumahnya masing-masing. Jika setiap pesantren tidak membuka ngaji kilatan, terpaksa para santri mengikuti ngaji dengan system daring, menyapa santri-santri lain lewat media sosial dan tidak ada lagi momen kebut-kebutan untuk mengkhatamkan Al-qur’an ataupun hanya sebatas mayoran yang kerap dilakukan santri menjelang berbuka. Ketika Ramadhan harus dilaksanakan dirumah, bagaimana dengan cahaya pesantren tanpa  kehadiran para santri. Apakah iya setiap senti bangunan pesantren menahan pelik sendirian tanpa diiringi hadirnya para santri. Kemungkinan peristiwa antri yang terjadi disetiap menjelang kegiatan akan menjadi suatu hal yang paling menyebalkan, namun hal itu akan lebih menyenangkan dari pada menyaksikan keringnya kamar mandi sepinya masjid dan aula ataupun kosongnya ruangan belajar para santri disetiap jadwal kegiatan pesantren.

Sya’ban tahun-tahun sebelumnya, para santri selalu riang dalam mengagungkan junjungaNya. Bulan nabi yang kerap dinantikan umatnya guna mejemput hadirnya bulan Ramadhan. Lembaga pesantren sudah langka akan penghuninya, kegiatan pada majlis sholatwatpun sementara ditunda. Dengan alasan pencegahan covid 19 yang sedang marak-maraknya dibahas di berbagai media sosial pada setiap penjuru negara. Sya’ban tahun ini memang menyedihkan tidak lain dengan bulan Rajab kemarin, bagaimana dengan Ramadhan??.

Siapa Sangka: Sya’banku Kali Ini Bersama Corona Dan Tangisan Dinding Di Setiap Bangunan Pesantren
Oleh: Puji Lestari