Bencana Dalam Bencana
Bencana yang paling dahsyat sebetulnya bukanlah air bah yang menerjang rumah-rumah, bukan api yang menyulut bangunan - bangunan dipemukiman warga, bukan longsor bukan pula gempa. Bencana dahsyat itu adalah bencana kemanusiaan, dimana pemimpin yang sudah tidak perduli nasip rakyatnya yang dilanda musibah, rakyat yang sudah tidak percaya pemimpinnya, dan manusia yang sudah tidak punya rasa saling tolong menolong.
Jika gunung runtuh, masih bisa di timbun, jika rumah rusak masih bisa di bangun, tapi jika hati dan kemanusiaan kita rusak apalah obatnya?
Di Aceh Tengah saat ini kita bukan lagi sedang menghadapi bencana, bukan pula menghadapi bencana dahsyat, akan tetapi kita sedang menghadapi bencana maha dahsyat, mengapa demikian?
Iya, karena kita menghadapi kedua model bencana diatas sekaligus yakni bencana dan bencana dahsyat. Dimana pemimpin kita tidak perduli pada rakyatnya yang sedang kesusahan akibat dilanda bencana, seperti yang kita tahu, kita sedang menghadapi masa-masa sulit ekonomi dampak pendemi virus Corona, harga-harga hasil pertanian merosot tajam, kopi, cabe dan tanaman hortikultura lainya yang jadi sumber pendapatan masyarakat.
Lain itu, banjir bandang menerpa daerah kita, belum bersih lumpur yang di gotong royongkan masyarakat, api kemudian melahap rumah warga di kecamatan Bintang, ini bencana alam yang bertubi-tubi menghampiri kita. Dalam situasi sulit dan panik ini, hendaknya kita semua seluruh rakyat dan pemimpin bahu-membahu memikul beban ini, bagaimana keadaan pulih seperti sediakala, lebaran di depan mata akan kita gapai dengan suka cita riang gembira, sebagai mana biasa kita merayakanya dengan penuh kerukunan dan kedamaian.
Ditengah-tengah bencana itu, kita dihadapkan lagi dengan bencana maha dahsyat, yakni pemimpin kita yang saling bertikai. Pertikaian yang tidak dilatari oleh kesusahan masyarakat yang harga hasil usaha taninya murah, ekonominya susah, terkena banjir bandang, kebaran dan semua kesusahan lainya.
Jauh dari itu semua, pemimpin kita justru bertikai persoalan isi perut mereka sendiri yang ternyata terus menerus merasa lapar. Mereka bicara proyek 17 milyar ditengah bencana ini, ini adalah bencana kemanusiaan yang besar sedang kita hadapi. Sikap kepemimpinan yang kita harapkan benar-benar jauh api dari panggang. ini memalukan, konon lagi seluruh nusantara kini sudah tau.
Mengapa pemimpin kami masih sempat bicara keuntungan ditengah jeritan penderitaan rakyat, mengapa pemimpin kami begitu buta mata hatinya, ini sungguh bencana dalam bencana.
Wahai pemimpin, haruskah kami anak-anak ini yang akan mengajari kalian bagai mana memimpin negeri ini? haruskah kami yang akan mengajari kalian agar kalian faham arti kemanusiaan. Tujukkanlah pada kami bahwa kalian pemimpin, sebelum marwah pemimpin itu benar-benar kami lupakan dan kangkangi. Berilah kami contoh yang baik untuk memimpin negeri ini.
Aceh Tengah, 15 Mei 2020
Oleh : Feri Yanto
Jika gunung runtuh, masih bisa di timbun, jika rumah rusak masih bisa di bangun, tapi jika hati dan kemanusiaan kita rusak apalah obatnya?
Di Aceh Tengah saat ini kita bukan lagi sedang menghadapi bencana, bukan pula menghadapi bencana dahsyat, akan tetapi kita sedang menghadapi bencana maha dahsyat, mengapa demikian?
Iya, karena kita menghadapi kedua model bencana diatas sekaligus yakni bencana dan bencana dahsyat. Dimana pemimpin kita tidak perduli pada rakyatnya yang sedang kesusahan akibat dilanda bencana, seperti yang kita tahu, kita sedang menghadapi masa-masa sulit ekonomi dampak pendemi virus Corona, harga-harga hasil pertanian merosot tajam, kopi, cabe dan tanaman hortikultura lainya yang jadi sumber pendapatan masyarakat.
Lain itu, banjir bandang menerpa daerah kita, belum bersih lumpur yang di gotong royongkan masyarakat, api kemudian melahap rumah warga di kecamatan Bintang, ini bencana alam yang bertubi-tubi menghampiri kita. Dalam situasi sulit dan panik ini, hendaknya kita semua seluruh rakyat dan pemimpin bahu-membahu memikul beban ini, bagaimana keadaan pulih seperti sediakala, lebaran di depan mata akan kita gapai dengan suka cita riang gembira, sebagai mana biasa kita merayakanya dengan penuh kerukunan dan kedamaian.
Ditengah-tengah bencana itu, kita dihadapkan lagi dengan bencana maha dahsyat, yakni pemimpin kita yang saling bertikai. Pertikaian yang tidak dilatari oleh kesusahan masyarakat yang harga hasil usaha taninya murah, ekonominya susah, terkena banjir bandang, kebaran dan semua kesusahan lainya.
Jauh dari itu semua, pemimpin kita justru bertikai persoalan isi perut mereka sendiri yang ternyata terus menerus merasa lapar. Mereka bicara proyek 17 milyar ditengah bencana ini, ini adalah bencana kemanusiaan yang besar sedang kita hadapi. Sikap kepemimpinan yang kita harapkan benar-benar jauh api dari panggang. ini memalukan, konon lagi seluruh nusantara kini sudah tau.
Mengapa pemimpin kami masih sempat bicara keuntungan ditengah jeritan penderitaan rakyat, mengapa pemimpin kami begitu buta mata hatinya, ini sungguh bencana dalam bencana.
Wahai pemimpin, haruskah kami anak-anak ini yang akan mengajari kalian bagai mana memimpin negeri ini? haruskah kami yang akan mengajari kalian agar kalian faham arti kemanusiaan. Tujukkanlah pada kami bahwa kalian pemimpin, sebelum marwah pemimpin itu benar-benar kami lupakan dan kangkangi. Berilah kami contoh yang baik untuk memimpin negeri ini.
Aceh Tengah, 15 Mei 2020
Oleh : Feri Yanto