Novel "Kisah Laila"
Kisah Laila
“Jawab
sejujurnya”!.
Dengan
wajah merah mata membara. Tuan memarahiku untuk kesekian kalinya. Aku sudah
yakin, jika aku menjawab dengan jujurpun tuan tidak akan percaya. Aku memilih
diam dan menerima semua hukuman.
“Benar-benar
kamu ya! Sudah berapa kali saya peringatkaan untuk tidak membersihkan atau
menyentuh barang-barang yang ada di ruang kerja saya”. Kata tuan dengan tangan
di pinggangnya.
“
Maafkan laila tuan, Laila hanya a… em” jawabku terbata-bata.
“
Ah sudahlah, saya tidak ingin kejadian ini terulang lagi” Jawab tuan memotong
perkataanku.
“Baik
tuan”. Jawabku sambil berjalan menuju dapur.
Akulah
Laila seorang pembantu dirumah pak Aryo dan Bu Mona. Orang memanggilku Laila
anak yang malang, anak yang terbuang. Butuh waktu yang lama untuk melupakan
cemoohan itu. Kini usiaku genap 10 tahun, salah satu pembantu termuda dirumah Pak Aryo. Adalagi Bik Rina dan Paman
Usman tukang kebun. Nasib di kandung badan 1000 tanda tanya dikepalaku mengenai
orangtuaku, kemanakah mereka?. Saat ku telah dapat melihat dunia, ya dunia ku
dipanti asuhan.
Aku
pikir hidup menjadi orang dewasa itu mudah ternyata begitu sulit dan
menyakitkan. Seperti yang kualami tadi, padahal paman Usman yang menyuruhku
untuk membersihkan ruang kerja tuan. Tapi ya sudah lah jika aku sedih
barlarut-larut pekerjaan ini tidak akan selesai.
Laila ….?!. suara bu Mona memanggil
“
Iya bu”. Sambil berjalan kearah Bu Mona.
“
Tolong rapikan kamar Indah ya Laila”. Perintah Bu mona padaku.
Aku
langsung merapikan kamar Indah, anak angkatnya Bu Mona, hatiku terus menggerutu
beruntung sekali Indah, kami dibesarkan bersama-sama di tempat yang sama pula,
namun aku dan Indah tidak memiliki nasib yang sama. Indah diadopsi untuk
menjadi anak dari pak Aryo dan Bu Mona,
disekolahkan di sekolah yang bagus, sedangkan aku dibawa untuk menjadi pembantu
di rumah ini. Sejak status kami berbeda, Indah sudah mulai berubah. Sedih
sekali rasanya.
Aku
terdiam sejenak diatas ranjang kamar Indah.
Tiba-tiba,
lamunanku terusik, mendengar suara kaki yang sengaja dihentakkan disampingku.
“
Indah, kamu sudah pulang sekolah?”. Tanyaku padanya.
“
Sudah, sedang apa kamu dikamar ku”. Tanya Indah denngan wajah yang curiga, menatapku
dari atas ke bawah.
“
Maaf aku hanya membersihkan kamarmu”.
“
Oh baguslah kalau begitu, akan ku cek, apakah sudah bersih dan tidak ada yang
hilang satu benda pun”. Jawaban Indah sangat membuatku sedih.
“
Tidak mungkin, aku mencuri barang milikmu Indah, kita kan sahabat dari dulu,
bahkan sudah seperti saudara”.
“
Itukan dulu La, sekarang nasib kita sudah berbeda, sudah kamu pergi sana dari
kamarku”. Indah mengusirku.
Tanpa
sepatah kata pun, aku langsung pergi dari kamar Indah.
Pekerjaanku
sudah selesai, akhirnya akubisa beristirahat di kamarku. Biasanya di panti
asuhan dulu siang-siang begini aku sedang membeli roti buatan Nek Soer, ya
ampun aku jadi rindu. Huammmm (menguap) . **********(Tertidur).
Tok…
tok… tok…. ( Suara pintu diketuk).
Ya
Allah siapa itu yang mengetuk pintu kamar keras sekali. (membuka pintu)
“
Ada apa paman Us”. Ternyata paman usman.
“
Jangan mau nya enak-enakan saja, jam segini masih tidur!”. Paman memarahiku.
“
Tapikan paman, pekerjaan ku sudah selesai semuanya”.Jawabku pada nya.
“
Sekarang kamu pergi ke pasar dan belikan sayuran, nanti Bibik tinggal
memasaknya, cepat pergi sana, jangan sampai Tuan dan Ibu tau, kalau Paman
menyuruhmu pergi ke pasar ya!”. Paman menyuruhku dan mengancamku.
Aku
sangat takut, aku pun menuruti perinah dari paman Us.
Aku
pun berjalan ke pasar jaraknya cukup jauh, tapi harus bagaimana lagi, aku hanya
diberi uang pas untuk membeli sayuran. Ditengah perjalanan aku melihat Nek Soer
sedang duduk di pinggirjalan dengan dagangan roti kesukaan ku.
Aku
pun langsung menghampiri Nek Soer.
“
Assalamualaikum Nek”. Aku memberi salam pada Nek Soer.
“
Waalaikumussalam, Ya Allah Laila. Mau kemana nak”. Nek soer terkejut melihatku.
“
Laila mau ke pasar Nek, Nenek sendirian saja, kakek mana Nek?”. Tanya ku pada nenek, soalnya Nek
Soer selalu bersama Kek Zul.
“
Kakek mu sudah meninggal nak, sudah 2 minggu kakek meninggalkan Nenek, jadi
Nenek harus berjualan sendirian”. Jawaban Nek Soer dengan wajah sedih/.
“
Innalilahi Nek, maafkan Laila, tidak tau sama sekali”. Ya Allah aku bahkan tidak tau, kepergian
orang-orang terdekatku, aku merasa sangat sedih.
“Sudah
tidak apa-apa nak, ini makan nak, Roti isi kacang kesukaan Laila”. Nek Soer
menawarkan aku roti, aku memang sangat ingin makan roti, tapi kulihat, bahwa roti
itu untuk dijual. Lebih baik aku menolak dengan halus saja
“Hehe
maaf Nek, tapi Laila sudah sangat kenyang, biar semua roti-roti ini terjual ya
Nek”. kataku pada Nek Soer
“
Makanlah Nak, Nenek sangat senang jika Laila mau memakan roti ini, lagi pula
dari raut wajahmu , Laila tidak bisa berbohong pada Nenek. Nenek sudah mengenal
Laila dari kecil”. Mengdengar jawaban Nek Soer ingin rasanya aku menangis.
Akhirnya
aku memakan roti kesukaan ku, sambil bercanda tawa dengan Nek Soer, bercerita
panjang lebar, dan mendengarkan kisah-kisah dari Nek Soer.
“
Ya ampun Nek, Laila tidak bisa berlama-lama disini Nek, Laila harus segera
belanja dan pulang Nek, ini juga sudah sore, nanti kapan-kapan Laila akan
menemui Nenek lagi, terima kasih Nek roti nya sangat-sangat enak”.
“
Sama-sama nak, hati- hati Laila, nenek akan menunggumu, sering-seringlah
menemui Nenek”.
Aku
langsung pergi dan berlari menuju pasar. Sesampainya dipasar aku membeli sayur
yang disuruh oleh paman Us. Alhamdulillah, aku sudah selesai membeli sayur, aku
harus cepat pulang kerumah.
Aku
mendengar suara orang ramai sekali teriak-teriak. Aku penasaran, aku pun pergi
kearah ujung pasar. Ya ampun ternyata ada keributan perkelahian. Aku tidak
ingin berlama-lama aku sangat takut. Aku pun berjalan kearah pintu keluar.
Aduh…..
aku terjatuh, seorang laki-laki menabrakku dari belakang, terlihat beberapa
orang mengejarnya, sayuranku rusak dan hancur terinjak-injak orang-orang yang
mengejar laki-laki itu. Ya ampun sekarang aku harus bgaimana, tidak mungkin aku
membawa pulang sayuran yang rusak itu. Bahkan sudah tidak dapat di kumpulkan
lagi. Jika aku pulang pasti aku akan dimarahi oleh paman Us. Aku hanya bisa
menangis.
Waktu
sudah semakin sore. Aku harus pulang, aku harus terima jika nanti aku dihukum
oleh paman Us. Berjalan pulang sambil menangis.
Sampai
di depan rumah , paman Us, sudah menungguku. Dengan wajah yang amat
menyeramkan. Paman Us langsung menaik tanganku dan berkata
“
Eh…! Mana sayur yang paman suruh belitadi”?.
“
Maaf paman, tadi ada musibah sayurnya rusak terinjak-injak oleh orang-orang.
Tadi waktu Laila di pasar ada seorang yang….”
“
Ah sudahlah, bilang saja kamu malas, Paman dan Bibik sudah dimarahi oleh Tuan dan Ibu, sengaja kamu kan,
ingin membuat kami dimarahi, sini kamu…”.
Paman
memukul ku dengan kayu bakar.
“
Aaaa sakit Paman, maafkan Laila Paman, Laila tidak sengaja”. Aku memohon-mohon
pada Paman, supaya berhenti memukulku.
“Memang
dasar kamu ya, anak pembawa sial, pergi kamu dari sini”. Paman memarahiku
habis-habisan dan mengusirku, ya Allah sungguh sakit.
Tangan
ku sangat sakit, beberapa kali Paman memukulku, tapi aku tidak tau harus
bagaimna, tiada siapa tempat mengadu (sambil menangis).
Aku
pergi meninggalkan paman Us, aku langsung mengunci diri dikamar, aku takut Tuan
melihat, nanti malah semakin panjang urusannya. Aku harus segera tidur, aku
harus melupakan rasa sakit ku ini. Aku harus kuat. Laila kamu kuat…
****TERTIDUR****
Kingggg……kring….
( suara alarm)
Tepat
jam 05 pagi aku bangun, dan melaksanakan salat.
Aku
harus siap-siap membersihkan rumah. Lelah sekali.
Kulihat
Bibik sedang menyiapkan sarapan pagi. Tuan, Ibu dan Indah sudah bersiap-siap
berangkat ke kantor dan sekolah. Aku hanya bisa melihat dari balik pintu dapur,
kebahagiaan dan kasih sayang yang Indah dapatkan. Baiklah aku juga harus
sarapan.
“
Eh.. Laila, jangan ambil makanan yang ini, itu makanan mu di sebelah sana”.
Kata Bik Rina, menahan tanganku yang hendak mengambil makanan.
“
Kenapa Bik, aku juga ingin memakan yang ini bik”. Jawabku menolak perkataan bik
Rina.
“
Itu makanan Bibik dan Paman. Lagipula jika kamu tidak makan pun, tidak masalah
bukan?”.
Aku
pun pergi dan melihat makanan yang bik Rina katakan tadi. Ya Allah ternyata itu
adalah makanan sisa, aku sangat sedih. Kenapa tidak ada yang menyayangiku
dirumah ini. Aku sudah tidak kuat lagi. Aku akan pergi dari rumah ini, biarlah
aku sebatang kara diluar sana.
Aku
pun membereskan baju-baju ku, paman Us melihatku sambil tersenyum tampak sangat
bahagia karena aku akan pergi dari rumah ini, kemudian Paman Us berkata
“
Jangan pernah kembali lagi kesini!”.
Aku
tidak menghiraukan perkataan Paman Us. Sambil berlari keluar rumah, air mataku
tiba-tiba saja menetes. Aku terus berlari mengikuti langkah kaki ini, tidak ada
tujuan aku harus kemana. Namun langkah kaki ku terhenti seketika, aku mengingat
perkataan Nek Soer kemarin, bahwa aku dapat menemuinya kapan saja. Aku pun
pergi mencari Nek Soer kearah pasar.
Ya
Allah aku tidak menemukan Nek Soer, aku harus Kemana lagi ini. Kaki ku sudah
sangat lelah berlari, aku akan istirahat dibawah pohon, di tempat biasa Nek
Soer berjualan.
Kulihat
ramai orang lalulalang, berjalan bersama keluarga, anak-anak se usiaku
menggunakan baju seragam rapi, di antar dengan orangtuanya. Kutatap pakaianku
sangat lusuh, tanganku lebam dan bengkak.
“
Nak sedang apa disini?”. Nek soer datang dari arah belakang dengan gerobak Roti
nya.
“
Nenek…( sambal memeluk). Nek tidak ada yang menyayangiku”. Aku sambil menangis
memeluk Nek Soer, dan menceritakan Kisah ku selama manjadi pembantu dirumah
Tuan.
“
Ya Allah, sabar nak, ada Nenek yang masih menyayangimu, sekarang Laila, tinggal
lah bersama Nenek. Tapi Nenek tidak punya apa-apa, Nak”. Perkataan Nek Soer
membuat ku sangat senang.
“Tidak
apa-apa Nek, bukan harta yang membuatku senang dan bahagia Nek, tapi kasih syang
dan perhatian”. Kata ku pada Nek Soer.
Nek
soer memeluk dan menciumku, ku sangat bahagia. Aku mendapatkan kasih sayang
dari Nek Soer.
Judul: Kisah Laila
Oleh: Isti Indriana safitri
Address: Atu Lintang, Merah Pupuk