Puisi-Puisi Acep Zamzam Noor: Cahaya Pagi
Puisi-Puisi Acep Zamzam Noor: Cahaya Pagi
Terbit di Kompas : 18 Mei 2019
Cahaya Pagi
1
Di daun talas
Pagi seperti embun
Bergulir Pelan
2
Cahaya pagi
Menetas dari mata
Seorang bayi
2019
Palataragung
Ingatanku adalah jalan berbatu yang mengitari bukit
Berliku-liku serupa alur pada cerita yang sulit di duga
Sedang keraguan yang kumiliki semakin menjelaskan
Betapa tubuh ringkih ni gemetaran di hadapan senja
Kau entah pergi ke mana semenjak gelombang dahsyat
Menghantum perkampungan. Aku entah menjelma apa
Ketika teriakan-teriakan menghilang disapu angin barat
Melarikan diri sama artinya dengan tunduk pada cuaca
Ketika menuruni lembah aku seperti diingatkan kembali
Bahwa kehilangan merupakan bentuk lain dari memiliki
Sedang perpisahan hanyalah konsekwensi adanya jarak
Aku terdampar di pantai samar-samar melihat nusa
Mengambang di tengah segara. Kau entah berada di mana
Sedang keyakinan yang tersisa tak menunjukan apa-apa
2018
Permisan
Ketika cakrawala mulai mengaburkan garis batasnya
Aku tak kunjung bisa menyerap warna yang berkelebat
Menjadi sajak. Ketika mega menggeraikan rambut ikalnya
Seperti ada tangan yang menuntunku menjengkal jarak.
Ketika biru dan kuning melebur daam gradasi cahaya
Aku masih belum dapat mengendapkan rembang petang
Menjadi tembang. Sayup-sayup azan menerobos jubah senja
Lalu Magrib menggelar sajadah di atas permukaan ombak
Mungkin masih ada yang melintas di balik kelopak mata
Kata-kata yang tidak tertulis pada halaman-halaman buku
Juga tidak tergambar dalam lembaran-lembaran masa lalu
Mungkin masih banyak yang tersimpan di belakang tanda
Sebagaimana nama-nama yang pudar di dinding penjara
Atau alamat-alamat yang terkubur jauh di dasar segara
2018
Citumang
Sebelum petang au mengumpulkan kata-kata
Dari gundukan pasir. Di bawah sulur-sulur beringin
Segala kesedihan manusia kuendapkan menjadi syair
Tembang tercipta dari kecipak air dan kesiur angin
Aku menyusun kalimat demi kalimat persembahan
Bagaikan merangkai talkin. Menjelang malam datang
Semua kesepian dan keterasingan kulebur dalam amin
Lalu kesabaran dan kepasrahan kujadikan sesaji lain
Aku beranjak melewati sungai, bukit kapur dan goa
Tersaruk-saruk menyusuri jejak panjang para leluhur
Dari kelahiran dan kematian terbentang belantara rindu
Kini aku terapung bersama gelembung udara yang naik
Menggapai keheningan. Sebuah perjalanan tanpa raga
Antara keberadaan dan ketiadaan hanya pantulan gema
2018
Pada Kanvas Putih Ini
Pada kanvas putih ini
Sekan kembali kutemukan
Hamparan sunyi. Hening subuh
Ketika terdengar kelonengan becak
Dari tahun-tahunku yang jauh
Pada warna yang menumpuk ini
Pada tekstur yang mamadat
Sebidang kanvas menjelma ruang
Tempatku pulang. Sunyi berdentang
Ketika tiang listrik dipukul orang
2016
----------------
Acep Zamzam Noor, lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, Buku Puisi Terbarunya adalah Membaca Lambang (2018)